Identitas Penamaan
Widuri atau Biduri secara ilmiah dalam bahasa Latin dinamakan sebagai Calotropis gigantea. Secara internasional dalam bahasa Inggris tanaman ini dikenal dengan nama crown flower atau giant milk weed. Di India tumbuhan ini dikenal sebagai madar sedangkan di daerah berbahasa Spanyol dan Perancis tumbuhan ini umumnya dikenal dengan nama mudar.
Biduri memiliki nama lain yang cukup beragam sesuai dengan bahasa daerahnya di Indonesia. Seperti Rubik di wilayah Aceh, Biduri, Rembega, dan Remingu (dalam bahasa rumpun Melayu) Rumbigo di daerah Minangkabau, Widuri di daerah Sunda, Biduri, Saduri, Sidoguri, dan Widuri di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, Bidhuri di daerah Madura. Serta Maduri di pulau Bali, Muduri, Rembiga, Kore, Krokoh, Kolonsusu, Modo Kapauk, dan Modo Kampauk di wilayah Nusa Tenggara, dan Rambega di daerah Sulawesi (Alamendah, 2014).
Taksonomi
Kingdom | Plantae |
Phylum | Tracheophyta |
Class | Magnoliopsida |
Order | Gentianales |
Family | Apocynaceae |
Genus | Calotropis |
Species | Calotropis gigantea |
Asal
Tumbuhan ini diketahui berasal dari wilayah Asia yang meliputi negara Indonesia, Myanmar, Filipina, Kamboja, Vietnam, Malaysia, Thailand, Sri Lanka, Bangladesh, Pakistan, Nepal serta Cina.
Deskripsi Bentuk, Pertumbuhan dan Habitat
Biduri merupakan tumbuhan perdu dengan tinggi yang dapat mencapai hingga 4 meter. Batangnya tegak, bercabang, silindris, padat dan mengandung getah berwarna putih susu. Daun biduri berupa daun tunggal, saling berhadapan, berbentuk bulat telur dengan ujung tumpul dan pangkal berlekuk, serta tepi daun rata. Daun berwarna hijau keputih-putihan, berukuran panjang 8 hingga 30 cm dengan lebar 4 sampai 15 cm. Daunnya juga memiliki tangkai pendek dan pertulangan menyirip. Permukaan atas daun berambut tebal saat muda dan berangsur-angsur hilang ketika tua.
Bunga Biduri majemuk dengan bentuk payung yang tumbuh di ujung ranting (terminal) atau di ketiak daun. Tangkai bunga panjang (3-5 cm) dengan kelopak terbentang dan taju bulat telur, berbulu halus, dan berwarna hijau, serta memiliki daun pelindung sempit. Benang sari membentuk tabung dan kepala putik lebar, bersegi lima. Mahkota bunga berbentuk bulat telur, berwarna putih atau putih keungu-unguan dengan diameter 4-4,5 cm.
Buah Biduri berbentuk bulat telur memanjang menyerupai bumbung dengan ujung yang berbentuk kait dan berwarna hijau. Buah berukuran panjang 9 hingga 10 cm. Bijinya kecil, lonjong, pipih, berwarna cokelat, berambut pendek dan tebal. Biji memiliki umbai rambut serupa sutera panjang, sehingga biji bisa diterbangkan oleh angin. Widuri dapat diperbanyak dengan biji.
Di Indonesia tumbuhan tampak banyak tumbuh secara liar di daerah Cirebon Jawa Barat terutama daerah danau Setu Patok, Ciperna, Kecamatan Harjamukti dan area sekitar Perumnas.
Manfaat dan Khasiat Biduri bagi Kesehatan
Pada banyak budaya dan tradisi tumbuhan ini diketahui memiliki banyak kegunaan dan khasiat medis. Diantaranya yaitu untuk membantu mengobati berbagai gangguan yang berhubungan dengan sistem saraf pusat, penyakit kulit, sistem pencernaan, sistem pernapasan dan sistem reproduksi.
Masyarakat adat menjadikan tanaman ini sebagai bagian dari kehidupan mereka dengan menggunakan serat buahnya untuk membuat tali, alat rumah tangga dan untuk menenun pakaian. Sedangkan bunganya digunakan untuk dekorasi karangan bunga.
Sebagian besar penggunaan biduri juga telah divalidasi oleh studi ilmiah seperti untuk analgesik, anti-rematik, anti-asma, anti-bakteri, anti-kejang, anti-piretik, gangguan sistem saraf pusat, kontrasepsi, anti-ulkus dan penyembuhan luka (Kadiyala et al., 2013). Selain itu penelitian lain seperti anti-diabetes, anti-diare, anti-cacing, anti-histamin, anti-inflamasi, anti-mikroba, anti-oksidan, studi pelindung jantung, sitotoksisitas, hepatoprotektif, fibrinolitik, nyamuk, aktivitas otot saraf, vasodilatasi dan aktivitas otot rangka juga dilaporkan terhadap penggunaan tanaman ini.
Biduri sebagai Tanaman Beracun
Di sisi lain tumbuhan biduri juga dikatakan beracun dengan beberapa bagian dari tanamannya yang memiliki kandungan racun dan dapat memberikan efek samping apabila dikonsumsi oleh manusia. Biduri atau Caloptris dapat dinyatakan sebagai racun akut yang dapat menyebabkan kematian. Batang, cabang, dan daunnya yang dipotong, dihancurkan, atau diiris akan menghasilkan lateks berwarna putih susu, yaitu sari asam yang disebut sari madar oleh masyarakat lokal di India.
Kecerdasan manusia primitif melalui pengamatannya telah menghasilkan pengetahuan bahwa hewan secara intuitif akan menghindari tumbuhan tertentu. Pengetahuan tersebut kemudian telah mengantarkan metode berburu yang lebih cepat dan mudah pada manusia purba. Mereka akan mengoleskan ujung anak panah dengan sari dari tanaman - tanaman beracun yang diantaranya juga termasuk dari spesies Caloptris untuk dapat membunuh hewan secara lebih praktis (Anil Aggrawal, 2005).
Dalam sebuah tulisan yang telah dipublikasikan Gupta (2018) menyatakan bahwa bagian yang dinyatakan beracun pada tumbuhan biduri antara lain batang, cabang, daun, dan getah putih susunya (sari madar). Prinsip toksik utama dari tumbuhan ini adalah uscharin, calotoxin, calotropin, dan gigantin.
Gejala toksik lokal dari biduri yaitu dapat menimbulkan lesi yang menyerupai memar pada kulit (yang kemudian dapat disebut sebagai cedera buatan) yang terkadang dapat menyebabkan pembentukan pustula dan vesikel. Jus atau sarinya jika dimasukkan ke dalam mata atau terkena mata dapat menyebabkan konjungtivitis parah.
Sedangkan secara sistematik melalui rasanya yang pahit tumbuhan ini dapat menghasilkan rasa sakit yang membakar di tenggorokan, air liur, mual, muntah, dll. Diikuti dengan diare, sakit perut, midriasis, kejang tetanik, delirium, kolaps, dan kematian.