Identitas Penamaan
Kirinyu atau yang dikenal pula dengan nama rumput minjangan secara ilmiah dalam bahasa Latin dinamakan sebagai Chromolaena odorata L.
Secara internasional dikenal sebagai Siam weed. Dalam bahasa Spanyol tumbuhan ini dikenal sebagai chimuyo, devilweed di Australia dan pokok german di Malaysia.
Taksonomi
Kingdom | Plantae |
Phylum | Tracheophyta |
Class | Magnoliopsida |
Order | Solanales |
Family | Asteraceae |
Genus | Chromolaena |
Species | Chromolaena odorata |
Asal dan Penyebaran
Kirinyu merupakan tanaman yang berasal dari wilayah neotropis yang tumbuh secara natural di bagian selatan Amerika Serikat, Karibia, sepanjang perairan sungai Amazon di negara - negara Amerika Selatan, bagian selatan Brazil dan Paraguay. Dari daerah asalnya kemudian tanaman ini didistribusikan ke wilayah - wilayah lain di Afrika, Australia, Asia Selatan dan Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Tumbuhan ini pertama kali diperkenalkan di Kalkuta India pada tahun 1840 sebagai tanaman hiasan yang kemudian terus menyebar pendistribusiannya ke wilayah Asia lainnya termasuk Malaysia, pulau Sumatera di Indonesia dan wilayah Indo-China pada tahun 1920-an.
Kirinyu telah menjadi tanaman gulma semenjak awal penanamannya di wilayah Afrika pada tahun 1940-an. Sedangkan di Australia kirinyu baru mulai diketahui keberadaanya pada bulan Juli tahun 1994 di wilayah penggembalaan di sungai Tully, Queensland (Scott, 1998).
Deskripsi Bentuk
Seringkali dianggap sebagai gulma terburuk di dunia karena dapat mengurangi daya tampung penggembalaan, kirinyu merupakan tumbuhan herba tahunan yang dapat tumbuh sangat lebat dengan cepat. Ketinggiannya dapat mencapai hingga 20 meter dengan cara merebut lahan atau dengan merambati vegetasi yang berdekatan. Namun umumnya tumbuhan ini dapat tumbuh tinggi hingga 1,6 sampai 3 meter.
Batang rampingnya biasanya berwarna hijau kekuningan dan agak berbulu, tetapi menjadi berkayu di bagian pangkal tanaman. Batang-batangnya dapat tumbuh hingga kurang lebih 7 meter.
Krinyu bercabang banyak, dengan cabang samping (lateral) biasanya diproduksi berpasangan pada pangkal daun. Daunnya tersusun secara berlawanan dengan ukuran panjang 5 sampai 12 cm dan lebar 3 sampai 7 cm berbentuk segitiga atau berbentuk lonjong seperti telur bulat dan memiliki ujung yang runcing.
Daunnya berbulu (puber) pada kedua permukaan dan memiliki margin bergigi kasar atau bergerigi. Daun-daunnya bertumpu pada batang atau tangkai daun dengan panjang yang dapat mencapai hingga 6 cm (biasanya 10-15 mm), dan mengeluarkan bau yang menyengat saat dihancurkan.
Kepala bunganya kecil (capitula) dan tidak memiliki 'kelopak' atau kuntum bunga dan ditanggung dalam kelompok padat di ujung cabangnya. Kepala bunganya yang memiliki panjang sekitar 10 mm dan lebar 3 mm berwarna merah muda pucat atau ungu pucat (kadang-kadang tampak keputihan saat lebih tua) dan terdiri dari banyak bunga kecil atau kuntum berbentuk tabung.
Bunga-bunga kecil ini dengan panjang antara 10 hingga 12 mm dikelilingi oleh beberapa lapisan bracts ramping yang tumpang tindih (involucre) dengan panjang 8 sampai 9 mm. Setiap kepala bunganya (kapitulum) ditanggung pada tangkai atau gagang bunga yang memiliki panjang 10 sampai 30 mm. Memiliki biji yang berwarna hitam atau coklat tua (achenes) dengan panjang 4 sampai 5 mm yang terdapat pada bagian atasnya dengan cincin (pappus) dari rambut yang berwarna putih sampai kecoklatan yang memiliki panjang antara 5 hingga 6 mm.
Mengapa Kirinyu Dikatakan Sebagai Gulma Terburuk di Dunia?
Karakter pertumbuhannya yang dapat tumbuh dengan cepat dengan cara menginvasi lahan dan merambati vegetasi lainya menjadikannya sebagai gulma yang buruk. Selain sebagai pesaing agresif, kirinyu diduga juga memiliki efek allelopati yang menyebabkan keracunan bahkan kematian pada hewan ternak.
Manfaat Kirinyu
Walaupun dinyatakan sebagai gulma terburuk di dunia, kirinyu juga memiliki beberapa manfaat bagi pertanian dan secara medis dalam pengobatan tradisional. Menurut sebuah jurnal penelitian yang dilakukan oleh M. Thamrin melalui Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, kirinyu terbukti dapat menjadi insektisida nabati karena mengandung pryrrolizidinealkaloids yang bersifat racun terhadap serangga. Penelitian dilakukan terutama pada ulat grayak sebagai hama yang sulit untuk dikendalikan karena perkembangbiakannya yang cepat.
Sedangkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bambang Nugroho melalui studi pada Program Studi Agroteknologi, Fakultas Agroindustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta, kirinyu terbukti dapat membantu dalam pengembangan pertanian bawang merah organik dengan cara pemanfaatan tumbuhan kirinyu sebagai pupuk kompos.
Secara tradisional terutama di Malaysia di mana tumbuhan ini juga dikatakan sebagai gulma invasif, bagian - bagian tanamannya digunakan untuk pengobatan luka bakar, penyembuhan luka, infeksi kulit, luka pasca melahirkan dan sebagai obat anti malaria. Beberapa penelitian medis juga telah mengkonfirmasi bahwa ekstrak daun kirinyu memiliki efek anti-mikroba, anti-inflamasi dan penyembuhan luka tertentu, dan telah diidentifikasi sebagai sumber potensial obat-obatan manusia (Pasiecznik, 2022).