Masyarakat yang tinggal di daerah pesisir laut terutama yang bermata pencaharian sebagai nelayan secara rutin setiap tahunnya menggelar upacara sakral berupa pemberian kepada laut. Sebuah upacara universal yang dilaksanakan dengan rasa gembira dan penuh syukur dengan berlandaskan rasa terima kasih manusia kepada alamnya yang telah memberikan sumber daya alam yang berlimpah.
Di Cirebon, bagian Desa Citemu, Mundu pada khususnya, upacara ini dikenal dengan nama Sedekah Laut atau yang secara lokal lebih dikenal dengan nama Nadran. Upacara ini dilaksanakan pada akhir bulan Juli. Belum dapat benar - benar dipastikan kapan tradisi upacara ini mulai dilakukan di daerah tersebut. Namun, dengan melihat metode upacaranya, tradisi ini jelas telah hidup semenjak lama sebelum era modern.
Nadran atau Sedekah Laut dilakukan selama satu hari dengan kegiatan yang dimulai di pagi hari melalui arak - arakan sesaji atau patung - patung besar yang diringi dengan alunan musik keras dan tarian, pentas wayang kulit dan nyanyian kidung oleh dalang, pembacaan doa pada air - air yang ditampung di dalam ember dan larung atau pelarungan miniatur kapal dengan sesaji dan kepala kerbau ke lautan.
Pergeseran metode upacara dan objek sesaji tampaknya telah mulai terjadi. Alunan musik yang disajikan pada saat arak - arakan kini dipenuhi dengan musik koplo modern. Di bagian depan barisan para pemuda dan pemudi yang berpakaian seragam dengan variasi warna rambut berjalan dengan sambil menari, di bagian belakangannya berjalan sesaji dan patung - patung besar, kemudian di bagian akhir barisan tumpukan besar speaker didorong yang kadang diduduki oleh satu atau dua orang di atasnya dan para penyanyi serta pemain musik duduk - duduk di bagian belakang kendaraan sambil memainkan musiknya. Musik yang keluar dari speaker sangatlah keras yang mungkin dapat membuat orang yang tidak terbiasa merasa terganggu.
-
Arak - arakan ini berjalan dari dalam kampung nelayan hingga jalan raya dan pinggir sungai di mana perahu - perahu bersandar. Tua, muda, perempuan dan laki - laki semuanya tumpah ruah. Bernyanyi dan menari. Orang - orang juga banyak yang berdatangan untuk sekedar melihat di pinggir jalan utama.
Sementara arak - arakan terus berlangsung, pentas wayang dilakukan di siang hari di bagian dalam kampung pelataran desa samping sungai tempat perahu - perahu bersandar. Alunannya masih bersifat tradisional dengan nyanyian atau kidung - kidung berbahasa Cirebon.
Ember - ember berisi air yang ditaburi kembang tujuh rupa berjejer di depan pentas wayang menunggu untuk didoakan. Miniatur kapal yang sudah dihiasi oleh sesaji dan kepala kerbau kemudian dipersiapkan di dekat perahu siap untuk dilarungkan.
Tepat setelah jam tengah hari, perahu - perahu berhamburan keluar dari dermaga sungai menuju ke lautan. Turut serta juga perahu yang membawa miniatur perahu dan kepala kerbau. Ketika perahu yang membawa sesaji tiba di area setelah bibir pantai, kemudian ia berhenti dan bersiap untuk melakukan inti upacara.
-
Miniatur perahu beserta dengan sesajiannya dan kepala kerbau kemudian didoakan dan dilarungkan ke lautan. Setelahnya para kapten perahu memandikan kapalnya dari setiap sisinya dengan segera. Setelah pelarungan selesai semua perahu kembali ke dermaga untuk kembali dibasuh oleh air kembang tujuh rupa yang sebelumnya telah didoakan.
-
Pelarungan merupakan upacara inti dari sedekah laut. Adapun kebiasaan lain yang umumnya dilakukan oleh para nelayan sebelum upacara adalah minum - minuman keras dan berbagai perayaan lainnya yang dilakukan setelah larung.
Pertanyaan lain yang mungkin perlu untuk diselidiki yaitu sesaji yang terdapat pada miniatur perahu. Sesajian seperti apa yang dahulu disediakan? Karena kini dari apa yang terlihat, miniatur perahu justru hanya didekorasi oleh penganan - penganan kecil yang dapat dibeli di warung semacam snack - snack ciki kecil. Berapa banyak perahu yang biasanya ikut melarungkan sesajian ke lautan? Karena kini yang terlihat hanya sekitar 35 perahu. Apakah para nelayan masih memercayai tradisi ini? Atau ini kemudian hanya hadir sebagai perayaan saja.