Fakta bahwa Indonesia adalah negara maritim yang memiliki budaya agrikultur yang kuat hingga kini tetap dapat dipastikan kebenarannya. Meskipun begitu, masyarakat terutama yang mendiami wilayah Nusantara nyatanya tidak banyak yang mengetahui mengenai asal - usul dan sejarah dari banyak tumbuhan yang tumbuh di Indonesia.
Indonesia yang wilayahnya berada pada garis lintang khatulistiwa telah diberkahi dengan iklim tropis dan tanah yang subur yang kemudian menjadikannya kawasan yang ideal untuk sektor pertanian. Sumber daya alamnya begitu melimpah sehingga salah satu dari sumber kekayaannya didapat dari alamnya.
Penelusuran para peneliti sejarah mengenai tumbuhan yang terus dilakukan hingga masa kini telah berhasil menemukan bahwa pisang dan talas adalah dua dari beberapa tanaman budidaya tertua di dunia yang menariknya telah dibudidayakan semenjak jaman kuno di wilayah Indonesia. Untuk hal tersebut sudah sepatutnya masyarakat Indonesia untuk berbangga hati akan leluhurnya karena hal ini pula dengan serta merta menegaskan kebenaran mengenai kecerdasan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia terutama dalam teknologi pertanian.
Pisang sebagai Tanaman Buah Tertua di Dunia
Pisang secara ilmiah dalam bahasa Latin disebut sebagai Musa. Secara internasional tumbuhan ini dikenal dengan nama banana. Di Indonesia pisang memiliki banyak nama lain sesuai bahasa daerah setempat.
Pisang disebut sebagai cawu di daerah Jawa Barat dalam Sunda, gadhang atau Gedhang di Jawa Tengah dalam bahasa Jawa, biyu di Bali, punti di Lampung dan koyo di Ternate. Sedangkan di Cina pisang dikenal dengan nama chiao, mpanana di Yunani, banaan di Belanda dan Kela di India.
Pisang banyak dikatakan oleh para ahli hortikultura sebagai salah satu atau mungkin merupakan tanaman buah kuno tertua di dunia. Sebuah petunjuk yang ditulis oleh ahli etno-geografi C.O. Sauer dalam tulisan ilmiah yang ditulis oleh Prof. Edmond De Langhe memperlihatkan perhatian terhadap fakta bahwa beberapa nelayan di Asia Tenggara menggunakan batang semu dari tanaman pisang yang kering sebagai serat untuk mengikat batang bambu hingga menciptakan sejenis rakit yang digunakan untuk memancing di sepanjang pantai. Penyebaran vegetasi pisang di dekat pedesaan merupakan sarana penyediaan yang sederhana dari sumber materi ini.
Setelah ribuan tahun yang panjang, perbanyakan dan penyebaran vegetasi ini pada akhirnya menghasilkan buah berdaging dan tanpa biji yang menarik untuk dijadikan sumber makanan. Praktek ini juga dikatakan bertanggung jawab atas sterilisasi benih pada banyak tanaman kultivar.
Jika istilah ‘tanaman’ merujuk pada tanaman yang bisa ditanam untuk penghidupan, maka pisang raja dan pisang diploid yang dapat dimakan yang berasal dari ribuan tahun lalu mungkin adalah tanaman buah pertama di dunia. Terutama ketika aktivitas berburu dan berkumpul masih menjadi sarana utama dalam pengadaan makanan.
Asal dan Sejarah Awal Pembudidayaan Pisang
Pisang diyakini berasal dari wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia bagian Timur seperti Papua, hutan - hutan di Malaysia atau Filipina.
Ada sebuah keyakinan yang pasti bahwa populasi pemburu dan pengumpul yang menetap di Indonesia dan Melanesia pada sekitar 60.000 tahun yang lalu, suatu bangsa yang tidak takut untuk berlayar jarak jauh hingga mencapai Papua Nugini dan Australia merupakan populasi yang pertama kali membudidayakan pisang raja (plantain). Wilayah ini tepatnya adalah daerah asal pisang diploid yang dapat dimakan dan mungkin pisang raja serta pisang Maia Maoli/Popoulu.
Kemungkinan besar, area tesebut (Papua) merupakan area di mana bangsa Melanesia memulai pertanian keliling dengan metode perbanyakan talas dan pisang secara liar. Aktivitas ini kemudian mengarahkan pada domestikasi tanaman pisang raja. Namun, pisang jenis Maia Maoli/Popoulu tidak ditemukan di wilayah Indonesia Barat yang mana merupakan daerah di mana pisang raja dibudidayakan. Sehingga dapat dikatakan bahwa pisang Maia Maoli/Popoulu adalah pisang asli dari wilayah Asia Pasifik.
Telah diketahui pula bahwa orang - orang Melanesia telah mengembangkan dan menumbuhkan tanaman pisang jenis Maia Maoli/Popoulu yang diperbanyak pada 30.000 tahun yang lalu (De Langhe, 1995).
Para arkeolog banyak memusatkan perhatian pada lembah Kuk di Papua Nugini pada sekitar tahun 8.000 SM sebagai daerah tempat manusia pertama kali membudidayakan pisang. Selain itu, meskipun ini merupakan lokasi domestikasi pisang pertama yang diketahui, proyek domestikasi spontan lainnya mungkin juga terjadi di wilayah Asia Tenggara lainnya dan di Pasifik Selatan (UC Santa Cruz).
Julie Sardos, seorang ilmuan sumber daya genetik di Alliance of Bioversity International mengatakan bahwa sekitar 7000 tahun yang lalu, pisang bukanlah buah tanpa biji dan berdaging seperti yang kita kenal sekarang. Perbedaanya yang paling mencolok adalah dagingnya yang berisi banyak biji hitam dan hampir tidak bisa dimakan. Orang - orang pada zaman dahulu hanya dapat memakan bunganya dan umbi - umbiannya yang berada di bawah tanah (Pennisi, 2022).
Asal - usul orang yang berbahasa Austronesia dapat ditelusuri dari Taiwan yang kemudian banyak penduduknya pindah ke Filipina lalu ke timur Indonesia pada sekitar 5500 tahun yang lalu. Mereka membawa pula keterampilan hortikultura yang mereka miliki. Satu milenium atau seribu tahun kemudian, satu atau beberapa kelompok orang - orang tersebut berlayar ke arah timur dan mendirikan koloni di sepanjang pantai utara Papua Nugini, tepatnya di kepulauan Bismarck dan Solomon.
Dalam pengembaraannya, bangsa Austronesia datang dan berhubungan dengan penduduk asli Filipina, Indonesia, Papua Nugini dan Melanesia, dari siapa mereka belajar caranya untuk membudidayakan tanaman seperti talas dan pisang (De Langhe, 1995).
Sejarah Penyebaran Pisang
Sebuah catatan berbahasa Sankrit yang ditulis pada tahun 500 SM merupakan catatan tertua dan yang pertama menyebutkan tanaman pisang. Catatan lain dari masa Yunani kuno tentang kampanye Alexander di India pada tahun 327 SM menggambarkan pisang dan orang Arab yang sudah lama dan tidak asing lagi dengan pohon pisang. Pada masa tersebut orang - orang di India menyebutnya sebagai pala. Bangsa Romawi juga menggunakan nama ini dan Pliny the Elder mengacu pada pala dalam karyanya yang berjudul Natural History (sejarah alam).
Dari sekitar abad ke-5 sampai abad ke-15, dan mungkin lebih awal lagi ketika Samudera Hindia dinavigasikan oleh para pedagang dari Arab, Persia, India dan Indonesia, varietas pisang dari Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan India melalui jalur perdagangan tersebar ke wilayah pesisir Samudera Hindia. Varietas tersebut secara umum merupakan campuran kombinasi genom yang termasuk Merah (AAA), Sutra dan Prata (AAB), Pisang Awak (ABB), dan bahkan AA dan AB, serta beberapa pisang raja. Pada Abad Pertengahan pula, pisang dianggap sebagai buah terlarang di surga sebagaimana disebutkan dalam Alkitab dan Al -Qur’an, oleh kedua umat Islam dan umat Kristiani (De Langhe, 1995).
Kemudian dari abad ke-16 hingga ke-19 masehi Portugis dan Spanyol membawa pisang ke seluruh wilayah tropis Amerika. Para pedagang dari Belanda, Inggris, Perancis dan Jerman juga berperan dalam pendistribusian dari kultivar pisang populer 'Gros Michel' dan kelompok Cavendish ke Afrika Barat, Amerika Latin dan Karibia.
Bahan lain yang dapat dijadikan rujukan mengenai sejarah pisang terutama di Indonesia dapat ditemukan dalam bentuk relief pada candi Borobudur. Candi Borobudur di Magelang Jawa Tengah merupakan candi Buddha yang dibangun pada sekitar tahun 800 Masehi pada masa dinasti Syailendra oleh Raja Samaratungga ketika ia memimpin kerajaan Mataram Kuno. Motif hias pohon pisang yang terpahat pada relief Candi Borobudur umumnya dipahat secara utuh dan detail mencakup batang, dahan, daun, dan buah. Daunnya melebar dan memanjang yang tersusun secara bertumpuk dan buah pisang tersusun dalam tandan keluar dari pangkal pohonnya (Borobudur, 2017).
Talas sebagai Salah Satu Tumbuhan Tertua di Dunia
Talas secara ilmiah dalam bahasa Latin dinamakan sebagai Colocasia esculenta. Secara internasional dalam bahasa Inggris talas populer dengan nama taro. Di Indonesia, tanaman ini selain dikenal dengan nama talas juga dikenal dengan nama keladi atau seratah. Di India, talas populer dengan nama arum, di Thailand dengan nama bon-nam dan di Vietnam dengan nama khoai nuwowsc atau khoai soj.
Asal dan Sejarah Talas
Darimana tanaman talas berada hingga kini masih menjadi perdebatan. Namun, para peneliti dan ahli arkeologi tumbuhan meyakini bahwa talas adalah satu tumbuhan tertua di dunia yang telah dibudidayakan sebelum tanaman padi tepatnya pada lebih dari 10.000 tahun lalu. Bukti arkeologi dari kepulauan Solomon menunjukan pemanfaatannya sudah ada sejak hampir 28.000 tahun yang lalu (Md. Jannatul Ferdaus et al., 2023).
Beberapa peneliti meyakini bahwa talas berasal dari Asia Tengah Selatan, dari wilayah Indo-Melayu antara Myanmar dan Bangladesh atau dari wilayah Asia Tenggara dengan merujuk pada bukti bahwa seluruh spesies dari genus Colocasia berasal dari daerah tersebut. Meskipun begitu, penelitian terbaru yang dilakukan oleh Ahmed et al. (2020) meyakini bahwa talas berasal dari wilayah Asia Tenggara melalui penelitian analisis pada struktur kelas genom kloroplas dimana kelas kloropas talas mungkin berasal dari Asia Tenggara pada evolusi spesies talas atau genus Colocasia, setidaknya pada akhir Miosen hingga Pliosen.
Berikut kutipan hasil penelitian yang ditulis oleh Ahmed et al. (2020):
“Talas tumbuh liar di zona hutan hujan pada dataran rendah yang berdekatan di Australia dan Papua Nugini yang mewakini elemen flora Sunda yang muncul setelah tumbukan pertengahan Miosen dengan Sahul dan munculnya rangkaian pulau - pulau yang menghubungkan pada akhir Miosen hingga Pliosen. Kemudian, burung yang tertarik dengan buah talas mungkin membawa benih di antara habitat basah yang diperlukan untuk perkecambahan benih dan kelangsungan hidup bibit ke seluruh kepulauan Sunda atau Nusa Tenggara dan pulau - pulau yang mengarah ke Sahul.”
Talas dibawa oleh orang - orang Polinesia ke Selandia Baru dan wilayah Oseania hingga kepulauan Hawaii pada sekitar tahun 450 Masehi. Nama populernya sendiri, taro, berasal dari bahasa Maori, berawal ketika Kapten Cook “menemukan” Kepulauan Hawaii pada tahun 1778 dan menemukan bahwa pada saat itu di sana telah dibudidayakan sebanyak 300 jenis talas.
Penyebarannya ke wilayah China dan Arab, Mesir serta Afrika timur setidaknya terjadi pada sekitar 2000 tahun yang lalu. Dari sana talas kemudian disebarkan oleh orang Arab ke Afrika Barat hingga akhirnya sampai di Eropa melalui Mesir (Rojas-Sandoval & Acevedo-Rodríguez, 2022).
Kini talas telah banyak dibudidayakan pada setidaknya 50 negara di dunia dengan Nigeria hadir sebagai negara produsen talas terbesar di dunia.