Cirebon merupakan salah satu kota kuno yang berada di provinsi Jawa Barat. Di kota ini sejarah telah lama berkembang begitu pula dengan segala dinamika proses perubahan sosial dan lingkungan alamnya. Segala perkembangan yang terjadi di Cirebon dengan serta merta telah menciptakan banyak objek yang patut untuk dilestarikan. Tidak hanya karena memiliki potensi pariwisata yang tinggi namun juga karena nilai historisnya yang tidak boleh terlupakan.
Sebagai wujud dari tindakan pelestarian objek sejarah, masyarakat dan pemerintah terkait perlu untuk terus melangsungkan kerja sama kebudayaan melalui berbagai metode. Seperti pementasan tarian, penyelenggaraan festival terkait kebudayaan, pemugaraan tempat wisata serta pendirian museum. Ke-empat elemen tersebut nampaknya terus berlangsung di Cirebon dengan baik sehingga menimbulkan kesan bahwa segenap masyarakat yang mendiami kotanya masih mencintai para leluhur dan budayanya.
Untuk memahami perkembangan sejarah yang terjadi di Cirebon masyarakat luar dapat berkunjung ke berbagai objek wisata di Cirebon. Berikut beberapa objek wisata yang wajib untuk dikunjungi di Cirebon.
1. Keraton Kasepuhan
Keraton Kasepuhan terletak di kelurahan Kasepuhan, Lemahwungkuk, Cirebon. Bangunan ini pada zaman dahulu dikenal dengan nama Keraton Pakungwati dan pernah menjadi pusat pemerintahan Kasultanan Cirebon.
Kompleks bangunan bersejarah ini terdiri atas dua bagian yaitu Dalem Agung Pakungwati yang didirikan pada tahun 1430 Masehi oleh Pangeran Cakrabuana dan kompleks Keraton Pakungwati atau yang sekarang disebut sebagai Keraton Kasepuhan yang didirikan oleh Pangeran Mas Zainul Arifin pada tahun 1529 Masehi.
Bangunan - bangunan dalam kompleks Keraton Kasepuhan memiliki karakteristik yang khas yang umumnya dapat ditemukan di berbagai bangunan di Cirebon. Arsitekturnya merupakan hasil dari proses akulturasi budaya Eropa, China, Jawa dan Hindu. Hal ini dapat dilihat dari dinding - dindingnya yang dihiasi berbagai tembikar piring bercorak Eropa dan China, bangunan joglo yang sangat kental dengan kekhasan daerah Jawa serta tembok pagar yang mengelilingi kompleks dan pintu masuk yang menyerupai bangunan candi.
Dengan memasuki kompleks Keraton Kasepuhan melalui pembayarakan tiket sebesar dua puluh ribu rupiah, pengunjung seperti dibawa ke era pada abad 15 Masehi. Ditambah lagi dengan sedikit pengetahuan melalui objek - objek sejarah yang terbungkus dalam kotak kaca di bagian museum. Para abdi dalem juga bersedia untuk menceritakan sedikit kisah sejarah mengenai keraton lengkap dengan unsur - unsur magisnya.
2. Gua Sunyaragi
Gua Sunyaragi merupakan sebuah situs peninggalan Keraton Kasepuhan Cirebon yang terletak di sisi jalan by pass Brigjen Darsono, Kesambi, Cirebon. Situs ini berdiri di atas area lahan seluas 15 hektar. Dari arah luar dan area parkir, bangunan gua tidak tampak terlihat sama sekali hingga menjadikannya kelihatan agak misterius. Meskipun begitu, beberapa pertokoan dengan bangunan yang khas dan dilengkapi dengan kusen - kusen kayu berwarna hijau gelap yang ditinggalkan terbengkalai akan menyambut kedatangan para turis yang datang berkunjung. Setiap pengunjung dikenakan biaya sebesar 15.000 Rupiah per individu untuk dapat menikmati pemandangan situs.
Terdapat dua versi yang diyakini oleh masyarakat mengenai sejarah pembangunan Gua Sunyaragi, yaitu berdasarkan cerita lisan yang disampaikan secara turun temurun oleh para bangsawan Cirebon yang kemudian disebut sebagai versi Carub Kanda dan versi Caruban Nagari yang berdasarkan pada catatan buku Purwaka Caruban Nagari tulisan Pangeran Kararangen atau Pangeran Arya Carbon yang merupakan cicit dari Sunan Gunung Jati tahun 1720 yang menyebutkan bahwa Gua Sunyarangi dibangun pada tahun 1703 masehi oleh Pangeran Kararangen.
Bangunan - bangunan pada situs Gua Sunyarangi banyak yang memadukan variasi dari beberapa unsur ragam hias yang berbeda - beda. Mulai dari Indonesia klasik atau Hindu, gaya Cina atau Tiongkok kuno, gaya Timur Tengah atau Islam dan gaya Eropa.
Bangunan gua yang merupakan gundukan batu karang yang direkatkan pada batu bata kuno nampak begitu unik. Warna dan keaslian bentuk awalnya masih dapat dilihat dengan jelas. Lorong - lorongnya mengarah ke berbagai arah menjadikannya seperti kotak labirin.
3. Danau Setu Patok
Danau Setu Patok terletak di Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat. Pada mulanya danau ini memiliki luas sekitar 20.000 hektar persegi. Namun seiring perkembangan jaman pemukiman di sekitar danau pun berkembang yang disertai dengan berbagai perubahan yang terjadi di kawasan danau hingga luas danau pada masa kini menyusut dengan luas yang tertinggal sebesar 1.900 hektar persegi.
Sejarah Danau Setu Patok berawal dari abad ke-17 masehi saat dibentuk oleh Sultan Cirebon. Sultan memerintahkan pembangunan bendungan di daerah itu untuk mengairi sawah-sawah yang mengelilingi danau. Bendungan ini dibangun oleh pekerja lokal yang menggunakan metode dan bahan tradisional seperti batu dan bambu.
Pada abad ke-19 masehi, pemerintah kolonial Belanda mengambil alih kawasan tersebut dan melakukan perbaikan pada bendungan dan lanskap sekitarnya. Mereka juga memperkenalkan tanaman baru seperti kopi dan karet yang tumbuh subur di tanah di sekitar danau.
Danau Setu Patok saat ini menjadi tempat yang indah dan tenteram yang menarik wisatawan lokal. Danau ini dikelilingi oleh persawahan yang indah dan perbukitan hijau, menjadikannya tempat yang sempurna bagi para pecinta alam. Tidak hanya itu kini banyak didirikan warung - warung non permanen yang menyediakan tempat berteduh sambil menikmati pandangan luas suasana alam ditemani secangkir kopi.
Selain itu, danau Setu Patok juga menjadi sumber mata pencaharian penting bagi masyarakat setempat. Penduduk lokal baik dari desa Karangdawa maupun Sinarancang banyak yang menggunakan area danau untuk ladang perkebunan dan persawahan. Warga menyebutnya sebagai sawah siluman karena keadaannya yang kering pada musim kemarau dan tergenang dengan air pada musim hujan.
Selain dapat menikmati keindahan alam suasana dan persawahan Danau Setu Patok, wisatawan juga dapat melihat sedikit jejak sejarah danau berupa gua yang pada zaman dahulu atau tepatnya pada era kolonial Jepang digunakan oleh para tentara penjajah. Gua - gua tersebut terletak di sisi kiri danau tersembunyi di antara pepohonan dan tebing danau. Walaupun kondisinya tampak tidak cukup terawat, namun, cukup dapat memberikan sensasi jaman dulu pada para wisatawan.